SEJARAH UANG
Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara Pemerintah RI belum memiliki mata uang. Ada tiga mata uang yang dinyatakan berlaku oleh pemerintah RI pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank.
Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam adalah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita adalah petani, karena merekalah yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang.
Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946 mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah RI, karena melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang baru selama belum adanya penyelesaian politik. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI. Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah RI dalam mengatasi persoalan ekonomi nasional.
Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah RI mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia menggunakan mata uang NICA sebagai alat tukar. Langkah ini sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional.
Oleh karena AFNEI tidak mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah RI memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah RI. Sejak saat itu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Jadi ORI hanya diakui oleh pemerintah RI dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih banyak memberikan dukungan kepada ORI. Hal ini mempunyai dampak politik bahwa rakyat lebih berpihak kepada pemerintah RI dari pada pemerintah sementara NICA yang hanya didukung AFNEI.
Untuk mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing yang ada di Indonesia, pemerintah RI pada tanggal 1 November 1946 mengubah Yayasan Pusat Bank pimpinan Margono Djojohadikusumo menjadi Bank Negara Indonesia (BNI). Beberapa bulan sebelumnya pemerintah juga telah mengubah bank pemerintah pendudukan Jepang Shomin Ginko menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Tyokin Kyoku menjadi Kantor Tabungan Pos (KTP) yang berubah nama pada Juni 1949 menjadi Bank tabungan Pos dan akhirnya di tahun 1950 menjadi Bank Tabungan Negara (BTN). Semua bank ini berfungsi sebagai bank umum yang dijalankan oleh pemerintah RI. Fungsi utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta pemberi jasa di dalam lalu lintas pembayaran.
Terbentuknya Bank Indonesia
Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah menjadi pusat perdagangan internasional. Sementara di daratan Eropa muncul lembaga perbankan sederhana, seperti Bank van Leening di negeri Belanda. Sistem perbankan ini kemudian dibawa oleh bangsa barat yang mengekspansi nusantara pada waktu yang sama. VOC di Jawa pada 1746 mendirikan De Bank van Leening yang kemudian menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank itu adalah bank pertama yang lahir di nusantara, cikal bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya. Pada 24 Januari 1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan bank sirkulasi dengan nama De Javasche Bank (DJB). Selama berpuluh-puluh tahun bank tersebut beroperasi dan berkembang berdasarkan suatu oktroi dari penguasa Kerajaan Belanda, hingga akhirnya diundangkan DJB Wet 1922.
Masa pendudukan Jepang telah menghentikan kegiatan DJB dan perbankan Hindia Belanda untuk sementara waktu. Kemudian masa revolusi tiba, Hindia Belanda mengalami dualisme kekuasaan, antara Republik Indonesia (RI) dan Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA). Perbankan pun terbagi dua, DJB dan bank-bank Belanda di wilayah NICA sedangkan "Jajasan Poesat Bank Indonesia" dan Bank Negara Indonesia di wilayah RI. Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 mengakhiri konflik Indonesia dan Belanda, ditetapkan kemudian DJB sebagai bank sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS). Status ini terus bertahan hingga masa kembalinya RI dalam negara kesatuan. Berikutnya sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, RI menasionalisasi bank sentralnya. Maka sejak 1 Juli 1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi Republik Indonesia.
------------------------------------------------------------------------------
Banyak orang lupa, bahwa Yogyakarta selama empat tahun pernah menjadi ibukota Republik Indonesia. Tepatnya pada 4 Januari 1946 sampai 27 Desember 1949 ibukota Republik Indonesia ada di Yogyakarta.
Berpindahnya ibukota RI saat itu bukan tanpa alasan, situasi Jakarta kala itu dalam kondisi tidak aman dan roda pemerintahan RI macet total akibat adanya unsur-unsur yang saling berlawanan. Di satu pihak masih adanya pasukan Jepang yang memegang satus quo, di pihak lain adanya sekutu yang diboncengi NICA. Singkatnya, situasi Jakarta makin genting dan keselamatan para pemimpin bangsa pun terancam. Atas inisiatif HB IX, ibukota RI berpindah ke Yogyakarta. Hijrah ibukota RI itu merupakan atas nasehat dan prakarsa Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan dari Yogyalah persoalan politik bangsa dikoordinasikan. Semua itu bisa berhasil dengan baik berkat kepemimpinan HB IX.
Dipilihnya Yogya sebagai ibukota RI karena pandangan politik ke depan dan keberanian Sultan HB IX mengambil resiko. Sehingga dapat dikatakan HB IX dan masyarakatnya merupakan penyambung kelangsungn RI dalam menghadapi agresi militer Belanda. Sri Sultan Hamengkubuwono IX merupakan aktor intelektualis yang memiliki multi status. Selain sebagai Raja, kepala derah, menteri pertahanan, Sultan adalah key person dan juru runding dengan Belanda, juga sebagai figur kunci birokrasi sipil di Indonesia. Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang aslinya bernama G.R.M Dorojatun, sejak diangkat menjadi Sultan 18 Maret 1940, menggantikan ayahnya Sri Sultan HB VIII sudah dekat dengan kalangan rakyat dan tentu saja beliau memahami aspirasi rakyat, termasuk penderitaan dan harapannya semasa penjajahan Belanda dan Jepang.
Karena perpindahan ibukota inilah maka semua uang ORI yang diterbitkan pada tahun 1946 s/d 1949 yaitu seri ORI II, III, IV dan ORI Baru tercantum kata2 Djokjakarta. Bukan lagi Djakarta seperti pada seri ORI I.
SEJARAH UANG KERTAS INDONESIA
JAMAN PEMERINTAHAN BELANDA 1610 – 1811
Masa awal perkembangan uang kertas di Indonesia tak lepas dari pengaruh imperialisme asing (Belanda, Inggris, dan Jepang). Sejak kedatangan bangsa-bangsa asing, terutama para pedagang yang memperkenalkan berbagai jenis mata uang logam asing sebagai alat pembayaran dalam perdagangan dengan penduduk setempat sampai pengedaran mata uang logam khusus berlaku di kepulauan Nusantara 1602-1799, tidak dipergunakan uang kertas. Meskipun kertas telah dikenal di Indonesia pada abad XVII, sumber-sumber tertulis asing terutama dari bangsa Belanda dengan perwakilan dagang dan kekuasaannya Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC) 1602–1799 tidak pernah menyebutkan penggunaan uang kertas tetapi uang logam sebagai alat pembayaran utama di kepulauan Nusantara.
.
Terkecuali, satu-satunya sumber tertulis Belanda yang melaporkan penerbitan uang kertas darurat oleh penguasa VOC di Pulau Banda pada tahun 1659, dikarenakan kesulitan uang kecil dari bahan logam. Beberapa waktu setelah pengeluaran uang kertas karton darurat Kota Leiden 1576 dan saham pertama VOC di dunia 1606. Uang kertas Banda 1659 ini mendahului penerbitan uang kertas modern bangsa-bangsa barat: Swedia 1661, Inggris 1694, Norwegia 1695, Perancis 1701.
Terkecuali, satu-satunya sumber tertulis Belanda yang melaporkan penerbitan uang kertas darurat oleh penguasa VOC di Pulau Banda pada tahun 1659, dikarenakan kesulitan uang kecil dari bahan logam. Beberapa waktu setelah pengeluaran uang kertas karton darurat Kota Leiden 1576 dan saham pertama VOC di dunia 1606. Uang kertas Banda 1659 ini mendahului penerbitan uang kertas modern bangsa-bangsa barat: Swedia 1661, Inggris 1694, Norwegia 1695, Perancis 1701.
.
Selama masa kekosongan yang panjang (1659-1782) Bank pertama Bataviaasch Bank Courant (1746) dan Bank Van Leening mengeluarkan surat-surat bank dalam berbagai pecahan (1748-1752). Beberapa tahun sebelum pembubarannya, VOC menyadari perlunya alat pembayaran dari kertas untuk transaksi besar yang dikenal sebagai “Surat Hutang Kompeni” (Compagnie Kredietbrieven) pada tahun 1782. Instrumen moneter ini sering dianggap sebagai uang kertas pertama di Indonesia. Pada waktu yang hampir bersamaan penguasa VOC di Ceylon (Srinlanka) juga menerbitkan instrumen sejenis pada tahun 1785 dan seterusnya. Uang “Surat Hutang Kompeni 1782” Ini beredar dalam jumlah hampir tidak terbatas sehingga turun nilainya menjadi 85%. Antara tahun 1782-1799, VOC mengeluarkan beberpa emisi surat Hutang (Kredietbrieven) dengan pecahan berbeda-beda. Pemalsuan atas surat Hutang 1782 ini merupakan yang pertama kali di Indonesia.
Selama masa kekosongan yang panjang (1659-1782) Bank pertama Bataviaasch Bank Courant (1746) dan Bank Van Leening mengeluarkan surat-surat bank dalam berbagai pecahan (1748-1752). Beberapa tahun sebelum pembubarannya, VOC menyadari perlunya alat pembayaran dari kertas untuk transaksi besar yang dikenal sebagai “Surat Hutang Kompeni” (Compagnie Kredietbrieven) pada tahun 1782. Instrumen moneter ini sering dianggap sebagai uang kertas pertama di Indonesia. Pada waktu yang hampir bersamaan penguasa VOC di Ceylon (Srinlanka) juga menerbitkan instrumen sejenis pada tahun 1785 dan seterusnya. Uang “Surat Hutang Kompeni 1782” Ini beredar dalam jumlah hampir tidak terbatas sehingga turun nilainya menjadi 85%. Antara tahun 1782-1799, VOC mengeluarkan beberpa emisi surat Hutang (Kredietbrieven) dengan pecahan berbeda-beda. Pemalsuan atas surat Hutang 1782 ini merupakan yang pertama kali di Indonesia.
.Setelah pengambilalihan kekuasaan VOC di Indonesia oleh Republik Batavia (1799-1806) tidak ada penerbitan Surat Hutang oleh pemerintah pusat di Batavia, hanya uang logam India Batavia (1799-1806) yang berlaku umum. Di lain hal surat hutang VOC di Amboina 1805, yang juga berlaku di Banda dan Ternate sebagai Bagian Pemerintahan Maluku, masih memakai lambang VOC. Ketika Indonesia berada dibawah pengawasan kerjaan Hollandia (1806-1811), uang kertas tidak hanya diterbitkan oleh Pemerintah Pusat di Batavia, tetapi juga oleh Pemerintah Lokal di Ambon, Banda, dan Ternate. Pada masa ini, semua jenis uang logam dan kertas menampilkan lambang (monogram) LN (Lodewijk Napoleon). Yang terkenal diantaranya adalah uang kertas Probolinggo (Probolinggo Paper) 1810, yang berkaitan dengan kebijakan Gubernur Jenderal Mr. HW Daendels (1808-1811) menjual tanah negara dan hak kekuasaannya kepada perorangan. Uang kertas Probolinggo 1810 merupakan hipotik Han Tik Ko, Kapitan Cina (1799-1811) di Pasuruan, yang dapat ditukar dengan perak selama 10 tahun. Kenyatannya uang Probolinggo mengalami inflasi sampai 50% dibawah nominal. Usul Daendels tidak efektif bahkan penggantinya Letnan Gubernur Raffles (1811-1816) yang memberlakukan kurs ketat menyebabkan penurunan nilainya s.d. 60%.
Uang Logam Indonesia
Sejak kemerdekaan kita, Indonesia telah mengeluarkan berbagai bentuk pecahan uang logam, ada yang terbuat dari nickel, kuningan, alumunium bahkan yang terbaru berbahan bimetal. Secara keseluruhan Indonesia memiliki 15 jenis pecahan dari yang terkecil yaitu 1 sen s/d yang terbesar 1000 rupiah
Uang logam Indonesia (27 jenis komplit set)
Dari ke 27 jenis pecahan tersebut, terdapat lebih banyak lagi variasi emisi tahun, total semuanya terdapat 77 variasi emisi. Untuk mengumpulkan semuanya tidaklah mudah. Ada emisi-emisi tertentu yang sangat sukar ditemukan baik dalam kondisi biasa apalagi dalam kondisi UNC.
PECAHAN 1 SEN
Merupakan uang logam dengan pecahan terkecil yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, berbahan alumunium dan bertahun 1952. Harga menurut katalog untuk kondisi UNC sekitar Rp. 10.000,- perkeping
Juga terbuat dari alumunium dan mempunyai 2 variasi emisi yaitu 1951 dan 1954, harga Rp. 5000 perkeping UNC.
Pecahan 5 sen emisi 1951 dan 1954
PECAHAN 10 SEN
Pecahan 5 sen emisi 1951 dan 1954
PECAHAN 10 SEN
Terbuat dari alumunium, mempunyai 3 variasi emisi yaitu 1951, 1954 dan 1957. Harga ketiga variasi ini sekitar Rp. 5000 perkeping UNC.
Pecahan 10 sen variasi emisi lengkap, 1951, 1954 dan 1957
PECAHAN 25 SEN
Pecahan 10 sen variasi emisi lengkap, 1951, 1954 dan 1957
PECAHAN 25 SEN
Berbahan alumunium dan mempunyai 3 variasi emisi: 1952, 1955 dan 1957. Harga sekitar Rp. 5000 perkeping UNC.
1. PECAHAN 50 SEN DIPONEGORO
Terdiri dari 4 variasi emisi yaitu 1952, 1954, 1955 dan 1957, emisi 1954 adalah yang terlangka dan bernilai sekitar Rp. 50.000 perkeping, sedangkan yang lainnya sekitar Rp. 5000.
Pecahan 50 sen Diponegoro variasi emisi lengkap
2. PECAHAN 50 SEN ALUMUNIUM
Pecahan 50 sen Diponegoro variasi emisi lengkap
2. PECAHAN 50 SEN ALUMUNIUM
Mempunyai 3 variasi emisi, 1958, 1959 dan 1961, Harga ketiga variasi kurang lebih sama yaitu Rp. 5000 perkeping UNC.
Pecahan 50 sen variasi emisi lengkap
PECAHAN 1 RUPIAH
Pecahan 50 sen variasi emisi lengkap
PECAHAN 1 RUPIAH
Hanya ada satu macam saja, yaitu emisi 1970 dan terbuat dari alumunium. Harga hanya beberapa ribu rupiah saja perkepingnya.
Juga hanya ada satu macam, terbuat dari alumunium emisi 1970, harga sekitar Rp. 2000 perkeping.
1. PECAHAN 5 RUPIAH BURUNG
2. Terbuat dari alumunium bertahun 1970, harga menurut katalog sekitar Rp. 8000 perkeping UNC.
Pecahan 5 rupiah 1970
2. PECAHAN 5 RUPIAH KELUARGA BERENCANA (KB)
Pecahan 5 rupiah 1970
2. PECAHAN 5 RUPIAH KELUARGA BERENCANA (KB)
Disebut juga sebagai 5 rupiah KB (besar), bertahun 1974, harga sekitar Rp. 3.000 perkeping.
Emisi berikutnya mempunyai bentuk lebih kecil sehingga sering disebut sebagai KB (kecil), terbuat dari alumunium dan bertahun 1979, 1995 dan 1996, kedua emisi terakhir lebih langka sehingga bernilai jual sedikit lebih tinggi yaitu sekitar Rp. 6.000,- untuk kondisi UNC.
Pecahan 5 rupiah KB (kecil) variasi emisi lengkap
Pecahan 5 rupiah KB (kecil) variasi emisi lengkap
PECAHAN 10 RUPIAH
1. PECAHAN 10 RUPIAH NICKEL
Hanya terdiri satu emisi yaitu tahun 1971, harga jual sekitar Rp. 4000 - Rp. 5000 perkeping.
2. PECAHAN 10 RUPIAH KUNINGAN
Bergambar Tabanas dan hanya terdiri dari satu emisi yaitu 1974, harga sekitar Rp. 5000.
3. PECAHAN 10 RUPIAH ALUMUNIUM
Juga bergambar Tabanas dan bertahun 1979, harga juga sekitar Rp. 5.000 perkeping.
PECAHAN 25 RUPIAH
1. PECAHAN 25 RUPIAH NICKEL
Bergambar burung dan bertahun 1971, harga Rp. 5000 perkeping.
Pecahan 25 rupiah 1971
2. PECAHAN 25 RUPIAH ALUMUNIUM
Bergambar buah pala dan mempunyai 6 tahun variasi emisi yaitu 1991, 1992, 1993, 1994, 1995 dan 1996. Yang tersulit adalah emisi 1993. Harga jual sekitar Rp. 1000 perkeping.
PECAHAN 50 RUPIAH
1. PECAHAN 50 RUPIAH NICKEL
Bergambar burung cendrawasih, terbuat dari nickel dan hanya terdiri dari satu emisi yaitu 1971, bernilai jual sekitar Rp. 5000 perkeping.
Bergambar komodo, terbuat dari kuningan dan terdiri dari 8 variasi emisi 1991, 1992, 1993, 1994, 1995, 1996 dan 1998. Emisi tersulit adalah 1997. Uang logam ini masih dipergunakan sebagai alat pembayaran yang sah.
Pecahan 50 rupiah kuningan emisi lengkap
Pecahan 50 rupiah kuningan emisi lengkap
3. PECAHAN 50 RUPIAH ALUMUNIUM
Bergambar burung Kepodang, terbuat dari alumunium dan terdiri dari 3 emisi yaitu 1999, 2001 dan 2002.
Pecahan 50 rupiah alumunium variasi emisi lengkap
PECAHAN 100 RUPIAH
Sejak tahun 1973 Bank Indonesia telah mengeluarkan berbagai macam pecahan 100 rupiah, dimulai dengan pecahan 100 rupiah berbahan nickel dan berukuran besar dengan gambar rumah gadang (sering disebut sebagai 100 tebal), lalu digantikan pecahan yang lebih tipis (100 tipis) sampai yang terakhir terbuat dari bahan aluminium.
1. PECAHAN 100 RUPIAH NICKEL (TEBAL)
Terbuat dari nickel, hanya terdapat satu variasi saja yaitu tahun 1973, harga berkisar dari Rp. 1000 s/d Rp. 10.000 perkeping tergantung kualitasnya.
2. PECAHAN 100 RUPIAH NICKEL (TIPIS)
Lebih tipis dibandingkan pendahulunya, juga terbuat dari nickel, emisi 1978, harga lebih murah sedikit bila dibandingkan dengan yang tebal.
Pecahan 100 rupiah 1978 tipis
3. PECAHAN 100 RUPIAH KUNINGAN
Bergambar karapan sapi dan terdapat 8 tahun emisi yaitu 1991, 1992, 1993, 1994, 1995, 1996, 1997 dan 1998. Masih relatif mudah ditemukan.
4. PECAHAN 100 RUPIAH ALUMUNIUM
Bergambar burung Kakatua Raja, dan memiliki 7 tahun emisi,
yaitu 1999, 2000, 2001, 2002, 2003, 2004 dan 2005. Masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.
Pecahan 100 rupiah aluminium
Pecahan 100 rupiah variasi emisi lengkap 1999 s/d 2005
PECAHAN 200 RUPIAH
Terbuat dari alumunium, bergambar Jalak Bali dan hanya terdiri dari satu emisi yaitu tahun 2003. Juga masih dipergunakan sebagai alat pembay
Pecahan 200 rupiah alumunium emisi 2003
PECAHAN 500 RUPIAH
Pecahan 200 rupiah alumunium emisi 2003
PECAHAN 500 RUPIAH
1. PECAHAN 500 RUPIAH KUNINGAN
Terbuat dari bahan kuningan (aluminium-perunggu) dengan gambar bunga melati dan angka Rp.500 kecil di bagian bawah.
Pecahan 500 rupiah kuningan variasi emisi 1991 dan 1992
Emisi-emisi tahun berikutnya mempunyai gambar muka yang berbeda, bunga melatinya menjadi kecil dan angka 500 rupiahnya menjadi besar
Pecahan 500 rupiah kuningan variasi emisi 1997, 2000, 2001, 2002, 2003
2. PECAHAN 500 RUPIAH ALUMUNIUMBergambar bunga melati dan Garuda Pancasila beserta tahun emisi yaitu 2003.
Terbuat dari 2 macam logam (metal) sehingga di sebut bimetal. Bagian cincin terbuat dari campuran copper-nickel (tembaga-nikel) dan bagian tengah dari bahan brass (kuningan).
Satu sisi bergambar kelapa sawit dan sisi lainnya bergambar Garuda Pancasila dengan tahun penerbitan. Terdapat 6 tahun emisi yaitu 1993, 1994, 1995, 1996, 1997 dan 2000
KURS MATA UANG
Mata Uang Kurs Jual Kurs Beli
AUD 9.199,35 8.916,35
CAD 8.986,80 8.702,80
CHF 10.072,20 9.771,20
CNY 1.461,95 1.420,35
DKK 1.681,35 1.618,15
EUR 12.420,95 12.051,95
GBP 14.460,95 14.036,95
HKD 1.197,35 1.163,35
JPY 120,69 116,25
NZD 7.019,60 6.777,60
SAR 2.495,75 2.410,75
SEK 1.349,30 1.301,10
SGD 7.162,55 6.942,55
USD 9.325,00 9.075,00
SATUAN MATA UANG
Abbesinia : Dollar Afghanistan : Afgani
Afrika Selatan : Rand Afrika Tengah : Franc
Albania : Lek Aliazair : Dinar
Amerika Serikat : Dollar Angola : Kwanza
Argentina : Peso Australia : Dollar
Austria : Shilling Bangladesh : Taha
Belanda : Gulden Belgia : Franc
Bolivia : Boliviarnus Brazil : Cruzeiro
Brunei Darussalam : Dollar Bulgaria : Lev
Canada : Dollar Cekoslovakia : Koruna
Ceylon : Rupee Chad : Franc
Chili : Peso Cina : Yuan
Denmark : Krone Dominika : Peso
EI Salvador : Kolon Emirat Arab : Dirham
Equador : Sucrve Ethiopia : Birr
Filipina : Peso Finlandia : Markka
Ghana : Cedi Guatemala : Queizal
Haiti : Courde Honduras : Lempira
Hongaria : Forint Hongkong : Dollar
India : Rupee Indonesia : Rupiah
Inggris : Pound Sterling Irak : Dinar
Iran : Real Irlandia : Pound
Islandia : Krona Italia : Lire
Jamaika : Dollar Jepang : Yen
Jerman : Deutsche Mark Kamboja : Riel
Kamerun : Franc Kenya : Shilling
Kolumbia : Peso Kongo : Franc
Korea Selatan. : Won Korea utara : Won
Kuba : Peso Kuwait : Dinar
Laos : New Kip Libanon : Pound
Liberia : Dollar Libia : Dinar
Luxemburg : Franc Malaysia : Ringgit
Malvinas : Pound Maroko : Dirham
Meksiko : Peso Mesir : Pound
Monako : Franc Mongolia : Tugrik
Mozambik : Escudo Muangthai : Bath
Myanmar : Kyat Namibia : Rand
Nepal : Rupee New Zealand : Dollar
Nicaragua : Kordoba Nigeria : Naira
Norwegia : Kroon Oman : Rial
Pakistan : Rupee Panama : Balboa
Papua Nugini : Kina Paraguay : Guarani
Perancis : Franc Peru : Sole
Polandia : Zloty Portugal : Escudo
Qatar : Riyal Rumania : Leu
Saudia Arabia : Riyal Senegal : Franc
Singapura : Dollar Siprus : Pound
Spanyol : Peseta Srilanka : Rupee
Sudan : Pound Suriah : Pound
Suriname : Guilder Swedia : Kroon
Swiss : Franc Syria : Pound
Taiwan : Dollar Tanzania : Shilling
Tunisia : Dinar Turki : Lira
Uganda : Shilling Uruguay : Peso
Vatikan : Lira Venezuela : Bolivar
Vietnam : Dong Yaman : Imani
Yordania : Dinar Yugoslavia : Dinar
Yunani : Drachma Zaire : Zaire
Zambia : Kwacha Zimbabwe : Dollar
Jenis – jenis uang kertas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar